ANEKA TIKET DAN VOUCHER HOTEL

ANTARA - Berita Terkini

Kebun Teh Bukit Daun (Bukit Daun View)

Karunia alam yang elok, terhampar dikaki Bukit Daun. Semua mata tertakjub untuk menyaksikan dan menikmati segarnya hawa pegunungan.Sungguh sebuah anugerah yang terindah...

Friday, November 10, 2006

Lain Lain

Kucing itu segera melakukan TEORI BELAJAR KONEKSIONISME


Teori belajar koneksionisme diperkenalkan oleh Thorndike berdasar hasil eksperimennya terhadap seekor kucing. Kucing itu, dalam keadaan lapar, dimasukkan ke dalam sangkar dan di luar diletakkan dagingberbagai tingkah laku untuk bisa keluar sangkar. Pada saat dia tidak sengaja menginjak tombol, pintu sangkar terbuka dan kucing segera memakan daging itu. Setelah percobaan ini dilakukan beberapa kali, tingkah laku kucing untuk keluar dari sangkar semakin efisien. Dari eksperimen ini dapat disimpulkan bahwa belajar dapat terjadi dengan dibentuknya hubungan, ikatan, atau koneksi netral antara stimulus dan respon. Berdasarkan ini maka teori Thorndike dinamakan ‘teori koneksi’.
Untuk dicapainya hubungan tersebut perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (errors) terlebih dulu. Dengan ini Thorndike mengutarakan bahwa bentuk paling dasar dari belajar adalah ‘trial & error learning’ atau ‘selecting & connecting learning’ dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.
Hukum-hukum belajar dari Thorndike berdasar hasil eksperimennya terbagi dalam 3 hukum dasar dan 5 hukum tambahan. Adapun hukum dasarnya sebagai berikut:
Hukum kesiapan (the law of readiness)
Hukum latihan (the law of exercise)
Hukum akibat (the law of effect)
Mengenai 5 hukum tambahannya adalah:
Multiple respons.
Sikap (set atau attitude).
Prinsip aktivitas berat sebelah (partial activity/prepotensi of elements).
Response by analogy.
Perpindahan asosiasi (assosiative shifting).

IT’S ME MARGARET

Are you there God? It’s me Margaret is a novel about a girl who grew up with no religion. This novel confronts many part of society who suggested that it was improper book for young, especially for children. The book was wanted to be banned. The contradiction came from pre-teen issues such as buying the first bra for Margaret, having the first period, and liking boys, and also the problem came from the question about the religion at which Margaret would choose.
Judy Blume, after this, always got terrors that comment about her book Are You There God? It’s me Margaret. Actually she had no mean that her book would be a controversial book. She just figured out writing a book in which known to be true. She suggested that the book came right out of her own childhood experiences.
To comment those issues, if the writer is given a job for translating this book before it is introduced to children or young adults in this country, the writer will do that. The risk is that she has to censor some words that are indicated with taboo or dirty words. However, here the writer disagrees if this novel needs a censorship. Maybe it is needed for readers under ten years old, but just a little. For ten years up to adult it’s free. Why? Because the thinks of them will be more and more complex, they will observe and imitated the situation around them. So they need a companion to explain what is going on in this world. The companion has to be patient because those children will not be advised. They feel that they have been boys or girls.
Maybe the first time, it is difficult to receive this book to be read for young adult because people in this country still depend on think about the norms, about taboo’s manner which is avoided. They, of course, will refuse the story of this book. However, to think about their children today who have good education, they should consider the existence of this book to improve sex education. Today’s children are cleverer and smart that they can think and explore their mind and then ask their parents or their teachers or even adults people around them to answer their question. Sometimes, adult’s people or parents or teachers do not suppose that how come a child can ask such a question. Indeed, this is the time to introduce them the world, the real world. Such as Blume’s words, no kid wants to stay a kid. And it’s true; I have observed some children around me, my little sister and her friends. At that time, they were playing together. They played such adults life. They imagined that they were all adults. They cooked, went to work, kept baby, made up themselves like adult’s way, and a surprise was that they had boyfriends and husbands. My little sister is about six years old and her friends are older than her.
The writer guesses that the book, actually, deserves to be read for Elementary students, but they have to get attention from their parents and teachers, of course, to explain them the right way they have to go so that they can be responsible for their life, and be a good human.



Kabupaten Rejang LebongPADA masa kolonial Belanda, nama Rejang Lebong sangat terkenal. Dibandingkan dengan nama Bengkulu, Rejang Lebong jauh lebih dikenal. Kemasyhuran nama kabupaten ini diperoleh lewat bukit-bukit yang mengandung emas di daerah Lebong yang dieksplorasi dan dikapalkan ke Kerajaan Belanda. Emas dari Rejang Lebong turut berperan memakmurkan Negeri Bunga Tulip tersebut.Jika bertanya tentang emas sekarang ini kepada masyarakat Rejang Lebong, jawaban yang didapat cuma senyum kecut menyiratkan keprihatinan. Kejayaan Rejang Lebong sebagai penyimpan logam mulia kini tinggal kenangan. Bijih-bijih emas tersebut kini nyaris tak bersisa. Meskipun demikian masih banyak anggota masyarakat yang mengadu untung sebagai penambang tradisional di goa-goa yang diyakini mengandung sisa-sisa emas.
***
Rejang Lebong memang daerah istimewa. Letaknya yang berada di punggung gugusan Pegunungan Bukit Barisan memberi keuntungan yang besar. Udara sejuk segar. Bukit-bukit hijau sejauh mata memandang. Daerah ini menyenangkan sebagai tempat peristirahatan. Tata kota yang rapi dan suasana kota yang tenang menjadi gambaran umum Kota Curup, pusat kota Rejang Lebong. Udara bersih ini mungkin bisa memberi jawaban atas pertanyaan tentang kekhasan sosok penduduk Rejang Lebong, khususnya Curup. Penampilan gadis-gadis Curup terlihat istimewa. Tubuhnya terbilang tinggi untuk ukuran orang Melayu dan berkulit putih. Sepintas ayuk-ayuk ini mirip dengan sosok Mojang Priangan di Jawa Barat.
Rejang Lebong adalah daerah agraris. Tanahnya yang subur mampu memproduksi hasil bumi yang melimpah. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau sektor pertanian menjadi kontribusi utama sebesar Rp 844 milyar dari total kegiatan ekonomi 1999 yang nilainya Rp 1,5 trilyun.
Di sepanjang jalan protokol menuju Rejang Lebong dari arah Kota Bengkulu yang berliku-liku dan naik turun, terlihat betapa kabupaten ini kaya akan hasil pertanian seperti padi, palawija, sayur-sayuran, buah-buahan, dan jenis-jenis tanaman perkebunan. Memasuki Kecamatan Kepahiang, tanaman kopi menghampar di kanan-kiri jalan. Sela-sela pekarangan rumah penduduk yang kebanyakan terbuat dari kayu khas rumah adat suku Rejang ini banyak dijumpai biji-biji kopi yang sedang dijemur.
Kopi memang menjadi komoditas primadona Rejang Lebong. Areal kebun kopi seluas 58 ribu hektar selain terdapat di Kecamatan Kepahiang juga terdapat di Kecamatan Curup dan Kecamatan Lebong Selatan. Jenis kopi yang ditanam petani adalah kopi robusta, sementara kopi arabika sebagian besar dikelola oleh perusahaan swasta.
Sebenarnya dari segi mutu dan hasil produksi, kopi arabika jauh lebih baik. Petani jarang menanam jenis arabika karena jenis ini hanya tumbuh baik pada ketinggian sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut. Pedagang yang kebanyakan berasal dari Sumatera Selatan dan Lampung membeli langsung dari petani apabila musim panen tiba. Sayangnya, petani sering menjual kopi yang belum tua benar, terlebih lagi apabila terdesak oleh kebutuhan, sehingga harganya menjadi rendah.
Ekspor kopi dari Rejang Lebong sampai sekarang hanya dilakukan oleh satu eksportir. Tahun lalu daerah ini mampu mengekspor kopi sebanyak 459 ton dengan nilai 317.900 dollar AS. Komoditas lain di Rejang Lebong yang mampu menembus pasaran dunia selain kopi adalah jahe. Jenis tanaman rimpang ini selain dipasarkan dalam bentuk jahe segar, juga dijual dalam bentuk jahe asinan terutama ke Jepang.
Meskipun yang mampu menembus pasaran ekspor adalah kopi dan jahe bukan berarti tidak ada komoditas perkebunan lain di Rejang Lebong. Di dataran tinggi Kabawetan terdapat areal kebun teh seluas 816 hektar milik perusahaan swasta. Selain itu, petani juga ada yang berkebun tanaman panili, karet, kayu manis, dan aren yang tahun 2000 masing-masing menghasilkan di atas dua ribu ton.
Dunia usaha di kabupaten yang mempunyai pendapatan per kapita Rp 3,4 juta ini didominasi oleh industri rumah tangga dengan bahan baku hasil bumi. Di sini sektor pertanian memegang peranan juga. Indus-tri kecil seperti pengolahan ma-kanan, kerajinan rotan, pengolahan jahe, atau pembuatan kopi bubuk, seperti yang tampak pada papan-papan iklan kecil di sepanjang jalan mampu memenuhi permintaan lokal.
Masih di sekitar sektor pertanian, Rejang Lebong ternyata juga berpotensi dalam bidang perikanan, terutama perikanan air tawar. Sebagai daerah pegunungan, kabupaten seluas 410.980 hektar ini banyak memiliki perairan umum seperti danau, waduk, dan sungai-sungai yang berpotensi ikan cukup besar. Selain dari penangkapan di perairan umum, ikan banyak dibudidayakan di kolam ikan biasa, keramba, kolam air deras, dan mina padi. Tahun 2000 lalu, total produksinya 3.695 ton. Perikanan air tawar ini terus dikembangkan dengan dibangunnya enam balai benih.
Keberuntungan Rejang Lebong atas kemurahan alam bukannya tanpa kekurangan. Topografi tanahnya yang bergelombang menyimpan potensi timbulnya tanah longsor atau banjir. Tahun 2000 lalu, misalnya, hujan deras pada bulan November menyebabkan banjir yang rendaman airnya merusak ratusan hektar persawahan. Konservasi ekosistem sumber daya alam memang mutlak diperhatikan mengingat kabupaten ini memiliki kawasan hutan sebesar 56,7 persen dari total lahan. Terlebih lagi, di kawasan penyangga (buffer zone) Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), yang memanjang melintasi empat provinsi di bagian barat Pulau Sumatera. TNKS di Rejang Lebong sejak sebelum ditetapkan sebagai penyangga (1990) sudah menjadi kantung-kantung permukiman penduduk yang rentan menjadi penyebab kerusakan hutan eksotis ini. (Yoseptin T Pratiwi/Litbang Kompas)

No comments:

Post a Comment